Cerpen Pertamaku -----

Posted by Unknown on 05.25

 Membaca adalah salah satu hal yang dalam diriku belum menemukan ketertarikan .. aku lebih suka
menulis daripada membaca. Tapi untuk suatu tugas sekolah yaitu pelajaran Bahasa Indonesia, aku dan kelompokku yaitu Bagus Adi Taufan, Dewi Fitria, M. Biqi Fauzi wajib membuat sebuah cerpen yang bertemakan teknologi. Kami salng berdiskusi tentang ceritanya dan langkah terakhir yaitu penulisan diserahkan padaku. Dan inilah hasilnya .. CONTOH CERPEN BERTEMA TEKNOLOGI

“Panggilanku Si Pejuang CRT”

Siang itu angin bertiup kencang, awan mendung datang hingga langit meneteskan air hujan seakan menjadi gambaran suasana hati gadis desa bernama Dewi. Bagaimana tidak sedih kalau setiap hari hanya melakukan dan melihat hal yang sama dan sangat membosankan. Boleh dibilang ini adalah pemandangan di tempat tinggalnya yaitu di pulau Madura, sejak ia lahir hinggan ia kini berusia 13 tahun. Ya ... maklumlah tinggal di pulau kecil. Namun walaupun dengan keterbatasan yang ada ia tetap berusaha keras dan ingin membuktikan kepada semua orang bahwa daerah pulau kecil juga bisa maju dan berkembang serta tidak kalah dengan kota-kota di luar sana. Namun sayangnya semangat itu sering kali diremehkan orang-orang karena dianggap hanya angan-angan tanpa ada perwujudan. Sementara orang tuanya hidup dengan bekerja sebagai petani yang penghasilannya tidak menentu. Seperti biasa yang dilakukan setiap harinya, setelah bangun tidur dia beranjak mengambil air wudlu untuk segera melaksanakan sholat subuh setelah itu ia bergegas mengambil sapu dan memberantas sampah-sampah hingga lantai dan halaman rumahnya bersih. Kemudian sarapan, mandi dan berangkat sekolah. Ia bersekolah di SMP Islam Raas Kabupaten Sumenep dan masih duduk di bangku kelas VIII tepatnya di kelas VIII-A.Dia termasuk anak yang rajin dan pintar di kelasnya yang jumlah muridnya hanya 26 anak dan di sekolahnya yang total keseluruhan muridnya sekitar 370 siswa. Suatu ketika Dewi yang saat itu sedang duduk sendirian tiba-tiba di pikirannya terbesit renungan tentang daerahnya yang sangat keterbelakangan dalam hal pendidikan, ekonomi, teknologi. Oh Ya Tuhan, hampir semua aspek di pulau ini menjadi kuno karena ketinggalan jaman. Disitu lah mulai muncul inisiatif dan semangat Dewi untuk lebih rajin belajar agar bisa menjadi pelopor perubahan di daerahnya dan membuat daerahnya lebih maju. Setelah beberapa bulan berlalu, semua teman sekoalah dan masyarakat di daerah tinggal Dewi mengetahui mimpi yang ingin dicapai olehnya. Tidak sedikit dari mereka berusaha menciutkan semangat Dewi untuk menggapai keinginannya, tapi tak di gubris oleh Dewi.

 “Dewi, percuma bei alako nga`rua ade` manfaadde kia”, seruan tetangganya dengan sindirannya.

 “tak arapa, sepenting engko` berusaha mben optimis”, jawabnya penuh percaya diri.

“dasar be`en tak bisa eberi` oning”, sentak orang itu.

 Yaaa .. begitulah tanggapan orang-orang tentang keinginan Dewi itu, seakan tak ada yang memberi dorongan malah meluluhkan semangat Dewi karena menganggap semua ini sudah takdir pulaunya menjadi pulau yang kuno dan tidak berkembang. Teman-teman di sekolahnya pun tak mau kalah untuk meciutkan semangat Dewi, mereka mengolok-olok dan mulai menjahuinya, karena dianggap anak stress.

 “Dewi, Dewi .. be`na roa jek tenggi mimpi, dekik mon labu sakek !apa be`na tak sadar ?”, ejekan Bagos teman sekelas Dewi.

“arapa emangnya ? apa sengko` salah mon sengko` tero lebih begus ?”, jawab Dewi.

 “memang tak salah, tape kita tak pantas andi` kateroan nga`roa ?”, saut Jaenal teman Bagos.

 “ah .. dasar be`na ria ! tak tau diri .be`na tak pera` agebei todus, tape reng tua be`na kia”, sentak Bagos.

 “hei setop ! jok acacah nga`rua ! neiser Dewi”,suara lembut Fitria berusaha membantu Dewi.

Mendengar kata-kata Bagos dan Jaenal teman sekelasnya bahwa dia telah mempermalukan orang tuanya, Dewi bingung apakah benar jika keinginannya ini akan mempermalukan kedua orang tuanya.Fitria teman sebangku Dewi mencoba menenangkannya dan dia mendukung semua yang dilakukan Dewi selama itu untuk kebaikan walaupun sepertinya itu mustahil. Sepulang sekolah ia pun bertanya pada Emaknya.

 “Assalamu`alaikum”

 “Wa`alaikumussalam”

 “maaak ... !”

 “iye, bede` apa ?”

 “apa emak todus mon sengko` tero agebei lebih begus ?”

 “saunggune emak tak todus, cuma emak tak kuat mben cak kocakan oreng mon be`na tak tau diri”

 “saporana Dewi mak ! tapi Dewi janji agebei mewujudkan kateroan Dewi. Dina reng-oreng alako emak mben ayah nyesel mben minta sapora mare cak-kocakan”

 “Dewi, menurut emak lebih baik kamu terima nasib saja ! gak usah mempunyai keinginan yang terlalu tinggi”

 “ternyata mak sama saja sama yang lain ! tidak mendukung Dewi tapi malah membuat Dewi pasrah”

 “neiser ayahmu nak”.

Yaa .. itulah tanggapan kedua orang tuanya yang juga sama saja dengan orang-orang. Tapi Dewi gadis yang tangguh dan tegar, walaupun apa yang telah terjadi dia tetap berjuang. Walaupun sekarang dia merasa sendiri. Saat beberapa hari lagi akan ada ujian semester ganjil di SMP Islam Raas Kabupaten Sumenep, datang seorang pria misterius yang berjalan tegap bak tentara militer dan tatapan bagai mata elang serta kemantapan langkahnya menuju sekolah itu yang hamper runtuh karena bangunan yag sudah tua. Dia memasuki ruang guru dan beberapa menit kemudian beliau keluar dari ruangan dengan sedikit tarikan di bagian bibirnya seperti senyuman pangeran kerajaan. Beliau memasuki kelas VIII-A yaitu kelas Dewi. Beliau memperkenalkan diri sebagai guru baru di sekolah itu pindahan dari Jakarta bidang studi TEKNOLOGI namanya Pak Fauzi. Begitu girangnya Dewi mendengar perkenalan itu , dan dimulai dari sinilah keakraban kedua manusia ini. Dewi yang terus berusaha mendekati Pak Fauzi karena ingin mengetahui segala hal tentang teknologi yang sedang berkembang sekarang ini, dan Pak Fauzi yang dengan senang hati menjelaskan serta menjawab semua pertanyaan dari satu muridnya yang berambisi. Ujian semester berlangsung dengan lancar dan Dewi mendapat peringkat pertama disekolahnya. Setelah seminggu selesai ujian, Pak Fauzi mengumumkan bahwa akan diadakan lomba “Modernisasi Komputer” se-Jawa Timur. Siswa lain tidak ada yang mendukung ataupun tertarik dengan lomba yang diumumkan Pak Fauzi tersebut.

“Kok diam semua ?tidak ada yang berminat ?”, Tanya Pak Fauzi melihat suasana hening di kelas itu setelah pengumuman ini.

 “Untuk apa Pak mengumumkan lomba seperti itu ? pasti tidak ada yang berminat ! kalau lomba makan keropok baru semangat Pak !”, saut salah satu siswa di kelas itu.

 “Kalian ini bagaimana to ?”, heran Pak Fauzi sambil menggeleng kepalanya.

 Tapi dari semua tanggapan itu, Pak Fauzi menangkap sinyal baik di senyuman Dewi yang diam-diam seperti berkata kalau dia sangat tertarik dengan lomba yang didakan tersebut. Setelah hari itu, setiap pulang sekolah Dewi selalu menghampiri Pak Fauzi untuk mempelajari tentang yang akan diperlombakan di lomba itu. Waktu lomba semakin dekat saja, dan perjuangan Dewi juga semakin melelahkan tapi sama sekali tidak terlihat wajah lelah dan keluhan dari gadis yang berumur 13 tahun ini. Keesokan harinya, Dewi sudah siap berangkat dengan semua persiapannya selama ini. Namun sebelum ia berangkat, ia menunaikan sholat dhuha dua rokaat terlebih dahulu. Setelah itu ia pamit kepada ayah dan emak, sebelum keluar pintu dia terdiam sejenak di pintu dan memejamkan matanya sambil membaca doa. “bismillahitawakaltu alallah” setelah itu ku langkahkan kaki kananku menuju perlombaan yang diadakan di malang dan di damping oleh gurunya, Pak Fauzi. Alhamdulillah mereka sampai di Malang dengan sehat dan selamat. Selanjutnya mereka menuju tempat perlombaan dan rasa gugup pun mulai menghantui Dewi, melihat lawannya yang terlihat lebih rapid an bersih darinya yang hanya mengenakan seragam yang sudah mulai terlihat tua dan kumuh dan penampilang yang apa adanya.

 “bede` apa Dewi ?”, tanya Pak Fauzi dengan bahasa Madura yang terdengar sedikit aneh karena beliau tidak terlalu bisa berbahasa Madura.

 “hehehe, taka pa-apa pak !”, jawabku ketika mendengar Tanya Pak Fauzi.

 “dalam suatu perlombaan memang selalu ada lawan, dan dalam berlomba memang selalu memunculkan kegelisahan. Tapi percaya lah jika kita bisa mengalahkan kegelisahan itu maka kita juga bisa mengalahkan lawan itu ! oke ..”, support Pak Fauzi untuk Dewi yang mulai mengeluarkan keringat dingin.

 Terdengar bel tanda akan dimulainya perlombaan ini.

“lomba “Modernisasi Komputer” akan dimulai 10 menit lagi, harap para peserta mempersiapkan diri di tempat yang sudah disediakan.”, suara seorang panitia wanita mengingatkan para peserta.

 “tiiiiiiiiiiiiiit......”, bel berbunyi tanda lomba dimulai. Dewi terlihat mulai tenang ketika mengerjakan tugasnya dan seperti tak ada beban sama sekali. Semangat yang ada pada dirinya telah menciptakan sinar tersendiri yang terpancar dari kesederhanaannya. Setelah lomba selesai dan para juri selesai menilai semuanya, maka hasil rundingan pemenang akan diumumkan saat itu juga. Dan saat yang ditunggu-tunggu semua peserta telah tiba. “baiklah hadirin sekalian, saya sebagai perwakilan para juri akan mengumumkan pemenang lomba “Modernisasi Komputer se-Jawa Timur” yang diraih oleh peserta bernama Dewi dari SMP Islam Raas Kabupaten Sumenep !!!”,suara keras nan semangat terdengar dari sound system yang membuat Dewi merasa plong dan gembira tiada tara. Karena dia percaya dengan kemenangnanya ini, dia sedikit demi sedikit akan bisa mewujudkan mimpinya yang selama ini dianggap mustahil oleh semua orang di pulaunya tinggal. Seusainya pengumuman Dewi diberi piala, piagam, uang tunai, dan kartu beasiswa yang bisa ia gunakan saat SMA kelak. Dewi bersalaman dengan para juri dan tidak berhenti berterima kasih kepada mereka, para juri pun tersenyum bahagia melihat polah si anak Madura ini. Setelah itu Dewi dan Pak Fauzi bergegas pulang ke Madura menaiki kereta api setelah itu berganti ke bus untuk mencapai pulaunya yang kecil. Sesampainya di daerahnya tempat tinggalnya, orang-orang yang dulunya menghina Dewi hanya berani melihat mengikuti langkah Dewi beranjak sembari membawa piala dan piagam di tangannya, karena mereka tahu bahwa Dewi telah menjadi pemenang dari lomba yang mereka anggap hanya permainan konyol. Lalu Dewi sampai di sekolahnya yang kala itu masih pelajaran dan tentu saja semua temannya hanya mlongo melihat bahwa teman mereka benar-benar berhasil dan akan merubah daerahnya ini. Semenjak kemenangan Dewi itu, fasilitas di sekolah mulai membaik kaena ada bantuan dari pemerintah Madura. Dewi pun tak ingin kalah, ia dan Pak Fauzi berusaha membuat suatu karya yang nantinya bisa digunakan untuk segala hal seperti halnya komputer atau laptop. Dan .. mereka pun berhasil, Dewi berhasil mewujudkan mimpinya ! menjadikan daerahnya tak kalah maju dengan kota-kota besar diluar sana dan membuat orang-orang yang dulu menghina dan memperoloknya dulu sekarang berbalik menjadi memujinya dan berkata terima kasih. Dewi sekarang sudah lulus SMP dan dia mendapat beasiswa sekolah SMA di Jakarta, persis dimana kota Pak Fauzi tinggal. Ia pun bersedia untuk melanjutkan sekolah disana dan tinggal jauh dari oarng tua dan teman-temannya.

 “emak, Dewi pamit ! doakan Dewi mak !”, kata Dewi sambil mencium tangan emaknya.

 “ayah, Dewi pamit ! doakan Dewi yah !”, kata Dewi sambil mencium tangan ayahnya.

 “iya anak ! ayah mben doakan be`en sukses dekik ! jek lupa sholat mben doa nggeh ?”, pesan ayahku sebelum aku berangkat ke Jakarta untuk menuntut ilmu.

 Dewi pun berangkat untuk menuntut ilmu diluar kota untuk pertama kalinya bersama Pak Fauzi yang asli orang sana. Tak terasa sudah 1 tahun Dewi menuntut ilmu di Jakarta, ia pun sebentar lagi akan mengahadapi ujian kenaikan kelas di sekolahnya. Ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan membuang kesempatan ini bahwa anak Madura tidak kalah pintar dengan anak Jakarta, itulah ambisi si anak Madura. Tapi tidak disangka-sangka, ketika masih satu hari melalui ujian ia mendapat kabar bahwa ayahnya sakit keras dan ingin bertemu dengannya. Namun Dewi membalasnya dengan berkata “saporana mak, Dewi sekarang ujian kenaikan kelas ! Dewi tak mungkin pulang .. nanti nilai Dewi jelek.”. Ayahnya dikalahkan oleh ambisinya. Beberapa hari kemudian datang kabar lagi bahwa ayahnya telah meninggal. Dewi menangis sepanjang hari dan dia menyesal tiada akhir karena tak sempat menjenguk ayahnya yang kala itu meminta bertemu dengannya untuk yang terakhir kali. Setelah mendapat kabar itu dia bergegas merapikan pakaian dan berangkat pulang ke Madura untuk memandikan jenazah ayahnya yang saaaangat dia sayangi. Sesampainya di Madura dia hanya melihat tanah kuburan ayahnya, ayahnya telah dipendam di dalam tanah. Ia tak sempat melihat ayah untuk yang terakhir kalinya. Emak merangkulnya dan menyampaikan bahwa sebelum ayahnya meninggal, beliau berpesan agar Dewi terus berjuang dan berusaha untuk menggapai mimpinya tidak boleh terkecoh oleh apapun karena hal itu hanya untuk menghambat perjuangannya.

 “Tetap semangat dan sukses anakku”, kata Emak dengan menirukan gerakan ayah kala itu.

 Dewi menangis tersedu-sedu. Setelah kejadian itu, dia memakai kata-kata ayahnya sebagai pedoman. Dia berusaha sekuat tenaga hingga akhirnya pengumuman kenaikan kelas sudah di ada di tangannya, dia mendapatkan rangking 2 dan dengan nilai yang sangat tinggi untuk anak pulau kecil seperti Madura. Jakarta telah ditaklukannya, sekarang yang ia inginkan adalah membangun dan merubah pulaunya menjadi pulau yang maju dan berkembang. Walaupun dia tahu itu sulit, tapi dia mempersembahkan semua ini untuk Almarhum ayahnya. Dia memberikan bimbingan untuk orang-orang yang cukup mempunyai kemampuan di bidang teknologi, dia mengajarkan berbagai cara untuk menggunakan dan menciptakan komputer. Dengan ketelatenannya, mulai terlihat sedikit hasilnya, semua orang di Kabupaten Sumenep bisa menggunakan teknologi dan hamper seluruh Madura telah menggunakannya. Dia bahagia dan sangat bahagia.

 Sambil memeluk emaknya dia berkata, “mak, kalau ayah disini pasti seneng “,kataku sambil meneteskan air mata.

 “ayahmu seneng kok ! dia melihatmu disana ! dia bangga padamu !”, jawab emak berusaha menenangkan Dewi. “be`en sukses ! be`en berhasil mewujudkan kateroan .. ayah mben emak seneng !”, kata emak sambil memelukku erat.

 Dan sejak saat itu daerahku sama seperti daerah yang lain. Punya karya sendiri, ekonominya mulai membaik, teknologi maju, dan banyak penemuan-penemuan sumber daya alam yang dapat digunakan atau dijual seperti minyak tanah. Itulah hasil perjuangan si gadis Madura yang membuahkan meskipun harus mengorbankan ayahnya dan mendapat hinaan dari orang lain. Ia tetap yakin bahwa dia bisa dan dia mampu untuk mewujudkan semua mimpinya. Memang tak mudah jalan yang harus ia tempuh, tapi ia berhasil.